uji permeabilitas tanah

Uji Permeabilitas Tanah: Pengertian, Tujuan, dan Metode

Selain bangunan, hal lain yang tidak kalah penting untuk Anda perhatikan selama proses konstruksi adalah kondisi tanah. Karena itulah Anda wajib melakukan pengujian tanah untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas bangunan, serta menjamin keselamatannya. Salah satunya yaitu uji permeabilitas tanah. 

Jika Anda belum tahu apa itu uji permeabilitas tanah, maka Anda bisa menemukan jawabannya di sini. Selain definisi, ada juga penjelasan tentang fungsi dan metode pengujian yang tidak kalah penting untuk Anda ketahui. Berikut adalah pengertian, tujuan, dan metode uji permeabilitas tanah! 

Pengertian Uji Permeabilitas Tanah

permeabilitas tanah adalah

Menurut KBBI, permeabilitas adalah kemampuan suatu bahan, membran, atau hal sejenisnya untuk meloloskan partikel dengan cara menembusnya.[1] Jadi, menurut ahli teknik sipil permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk  mengalirkan  air. 

Anda bisa menghitung seberapa cepat air mengalir ke dalam tanah dengan menggunakan koefisien permeabilitas tanah (k). Caranya yaitu dengan menghitung volume air (m³) yang melalui luas tanah (m²) per detik (m/s). 

Koefisien permeabilitas tanah (k) adalah kemampuan tanah dalam mengalirkan air melalui pori-porinya. Ada dua metode pengukuran koefisien permeabilitas tanah untuk metode constant head dan falling head. Keduanya menggunakan prinsip hukum Darcy, yaitu:

v = k.i.

v = kecepatan aliran

k = koefisien permeabilitas (cm/det) 

i = gradient hidraulic (i=h/l) 

1. Metode Constant Head

Pada metode constant head, k dihitung dari volume air yang melewati sampel tanah dengan ketinggian air tetap. Metode ini digunakan untuk tanah berbutir kasar, seperti pasir dan kerikil yang memiliki permeabilitas tinggi.

Menurut prinsip perhitungan dalam metode ini air dialirkan secara terus menerus dengan ketinggian air tetap (constant head). Hukum Darcy yang digunakan untuk menghitung koefisien permeabilitas (k) adalah: k = QL/Aht, di mana:

k = koefisien permeabilitas (m/s) 

Q = volume air yang melewati tanah dalam waktu tertentu (m3

L = panjang sampel tanah (m) 

A = luas penampang sampel tanah (m2

h = tinggi perbedaan muka air antara inlet dan outlet (m) 

t = waktu pengujian (s) 

2. Metode Falling Head

Sedangkan pada metode falling head, k dihitung dari perubahan ketinggian air dalam tabung terhadap waktu. Metode ini digunakan untuk tanah berbutir halus seperti lempung atau lanau yang memiliki permeabilitas rendah. 

Menurut prinsip perhitungan dalam metode ini, air dialirkan dari tabung dengan ketinggian air yang menurun (falling head). Lalu, laju penurunannya digunakan untuk menghitung koefisien permeabilitas (k) dengan rumus k = 2.303 (a. L/A.t)log(h1/h2), di mana:

k = koefisien permeabilitas (m/s) 

a = luas penampang pipa air masuk (m2

L = panjang sampel tanah (m) 

A = luas penampang sampel tanah (m2

t = waktu yang dibutuhkan untuk a

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi hasil uji, yaitu:

  • Ukuran partikel tanah, termasuk ukuran, bentuk, dan teksturnya. 
  • Rasio rongga, biasanya rasio yang tinggi memiliki permeabilitas yang lebih tinggi karena ruang yang lebih luas untuk pergerakan air. 
  • Derajat kejenuhan, yang terlihat dari jumlah air di dalam rongga tanah. 
  • Pemadatan tanah, karena rasio rongga berkurang sehingga mengurangi permeabilitas. 

Tujuan Uji Permeabilitas Pada Tanah

apa itu uji permeabilitas tanah

Setelah memahami pengertiannya, Anda mungkin sudah memiliki gambaran umum tentang tujuan pengujian permeabilitas tanah. Ini penjelasan yang lebih lengkapnya!

1. Menciptakan Sistem Drainase yang Paling Efektif

Karena berkaitan dengan aliran dan penyerapan air, maka Anda bisa memanfaatkan hasil pengujian untuk menciptakan sistem drainase yang paling efektif. Hal ini mengingat sistem drainase punya peran yang sangat vital dalam konstruksi sebuah bangunan, baik untuk hunian atau komersial.

Sistem drainase yang baik bisa mencegah banyak masalah di kemudian hari. Contohnya seperti munculnya genangan air yang bisa bersifat destruktif. Pasalnya, air tersebut dapat merusak pondasi bangunan atau hal-hal lain yang signifikan terhadap kekuatan dan keselamatan bangunan. 

2. Membangun Sumur dan Sistem Irigasi

Dengan mengetahui permeabilitas tanah, Anda juga bisa menentukan lokasi sumur atau sumur resapan yang optimal. Tujuannya adalah untuk menangkap air hujan dan mengurangi limpasan permukaan. 

Selain itu, hasil pengujian juga dapat membantu membuat rancangan sistem irigasi yang efisien. Caranya dengan mempertimbangkan seberapa cepat air meresap dan bergerak di dalam tanah. 

3. Mengetahui Kualitas Air Tanah

Penting untuk Anda catat bahwa partikel yang ada di dalam tanah bukan hanya air saja. Ada beberapa partikel lain yang bergerak di sana, termasuk polutan. Karena itu, Anda juga perlu mengetahui pergerakan polutan untuk memastikan apakah kualitas air tanah di lokasi tersebut layak atau tidak. 

4. Melihat Kekuatan dan Tekanan Tanah

Tidak bisa dipungkiri jika kehadiran air bisa berpengaruh pada kekuatan dan tekanan tanah. Karena itu, wajar rasanya jika permeabilitas tanah berkaitan erat dengan uji konsolidasi tanah. Anda wajib menguji keduanya untuk melihat apakah pembangunan di atas tanah tersebut aman atau tidak. 

Metode Uji Permeabilitas Tanah

cara menghitung permeabilitas tanah

Secara garis besar, ada dua cara menghitung permeabilitas tanah yang bisa Anda coba, yaitu langsung di lapangan dan di laboratorium. Namun, metodenya cukup beragam, seperti:

1. Uji Kepala Konstan (Constant Head) 

Seperti apa yang sudah disinggung sebelumnya, ukuran partikel tanah bisa mempengaruhi hasil pengujian permeabilitas tanah. Karena itu, jika ukuran partikelnya kasar dan besar, Anda bisa menggunakan metode uji kepala konstan. Metode ini termasuk metode uji permeabilitas tanah di laboratorium. 

Jadi, Anda perlu membawa sampel tanah dan membawanya ke laboratorium khusus konstruksi untuk menguji permeabilitasnya. Namun, untuk mengujinya, Anda memerlukan alat uji permeabilitas tanah yang bernama combination permeameter.

2. Uji Kepala Jatuh (Falling Head)

Pada dasarnya, metode pengujian ini tidak jauh berbeda dengan kepala konstan. Anda perlu membawa sampel tanah ke laboratorium dan memakai combination permeameter untuk mengujinya. Hal yang membedakan kedua metode ini hanyalah bentuk partikel tanahnya. 

Jika Anda perlu menggunakan uji kepala konstan untuk tanah yang berpartikel kasar, maka uji kepala jatuh khusus untuk tanah berpartikel halus. Anda bisa menggunakan kedua metode pengujian di laboratorium ini sesuai dengan SNI 2435-2008.[2]

3. Uji Perkolasi 

Selain pengujian di laboratorium, Anda juga bisa melakukan uji permeabilitas di lapangan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode uji perkolasi. Metode ini sederhana, karena Anda hanya perlu menghitung waktu penyerapan air secara manual. Hanya saja, waktu pengujiannya cukup lama. 

Caranya adalah dengan membuat lubang di tanah dan mengisinya dengan air. Setelah itu, Anda bisa menghitung waktu hingga air di dalam lubang terserap sepenuhnya ke dalam tanah. Hanya saja, cara ini kurang efektif untuk tanah yang sudah mengalami proses pemadatan untuk konstruksi. 

4. Uji Pompa

Metode pengujian lapangan lainnya yang bisa Anda coba adalah metode uji pompa. Jika dibandingkan dengan perkolasi, metode yang satu ini memberikan hasil yang lebih andal. Pasalnya, Anda akan menghitung aliran air dan tekanannya dari lubang bor.

Biasanya, Anda perlu melakukan pengujian yang satu ini setelah proses pemadatan tanah untuk keperluan konstruksi. Supaya proses pengujian lebih mudah, Anda bisa menggunakan alat bantu yang bernama compaction permeameter test set. Dengan begitu, hasil ujinya bisa lebih akurat. 

Mengingat betapa pentingnya uji permeabilitas tanah, Anda harus memastikan bahwa hasilnya akurat dan tepat. Karena itu, gunakan combination permeameter untuk uji laboratorium dan compaction permeameter test set untuk uji lapangan. Kedua alatnya bisa Anda temukan di Garuda Testing!

Similar Posts